Lisan merupakan salah satu nikmat Alloh
yang teramat agung dan
sangat patut untuk kita syukuri. Keberadaanya memiliki peran yang luar biasa
dalam kehidupan seorang muslim. Lisan dapat menjadikan seseorang masuk surga
Allah l dan dapat pula
menjadikan seseorang mendapatkan kesengsaraan di neraka. Jika lisan seseorang
lurus, niscaya semua anggota tubuhnya akan ikut lurus. Dan jika lisan seseorang
menyimpang, maka menyimpanglah perilaku dan tindakan anggota tubuh yang lain.
Rosululloh
bersabda:
إِذَا أَصْبَحَ ابْنُ آدَمَ فَإِنَّ الْأَعْضَاءَ كُلَّهَا
تُكَفِّرُ اللِّسَانَ فَتَقُوْلُ: اِتَّقِ اللهَ فِيْنَا فَإِنَّمَا نَحْنُ بِكَ
فَإِنِ اسْتَقَمْتَ اسْتَقَمْنَا وَإِنِ اعْوَجَجْتَ اِعْوَجَجْنَا.
"Apabila anak cucu Adam memasuki waktu pagi, maka seluruh
anggota badan menuntut kepada lisan, seraya berkata, 'Bertakwalah kepada Alloh
dalam menjaga kami, karena kami bergantung kepadamu, apabila kamu lurus, maka
kami pun lurus, dan apabila kamu bengkok, maka kami pun akan bengkok'."
(HR. Tirmidzi)
Bagi
seorang muslim yang bertauhid dan mengerti akan konsekuensinya, ia akan
berhati-hati terhadap lisannya. Karena segala yang ia ucapkan baik itu kebaikan
maupun keburukan akan tercatat di sisi Alloh
dan akan dimintai
pertanggungjawabannya oleh Alloh
.
“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di
dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf: 18)
Lisan
memiliki peran yang besar di dalam lahan kebajikan dan juga di dalam keburukan.
Maka barangsiapa yang mengumbar lisannya dengan bebas dan tidak mau
mengendalikannya, maka setan akan menggiringnya ke dalam jurang kehancuran. Dan
barangsiapa yang menjaganya dengan memanfaatkan lisan untuk kebaikan, niscaya
ia akan mendapatkan kemuliaan di sisi Allah l. Oleh karena itu Rosululloh
telah memberikan konsep sederhana sebagai upaya memelihara
ketergelinciran lisan dari hal-hal yang tidak baik; beliau ` bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِالله وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ.
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka
hendaklah dia berkata baik atau diam."
(HR. al-Bukhari dan Muslim).
Ayat di atas juga senada dengan
firman Allah l:
“Padahal sesungguhnya ada para malaikat yang mengawasi
kalian. Para malaikat yang mulia yang bertugas untuk mencatat (amal kalian).
Mereka mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (QS. Al-Infithar: 10-12)
Imam ibnu Katsir v berkata dalam menafsirkan
ayat ini, ‘sungguh ada para malaikat mulia yang mengawasi kalian, maka
janganlah engkau sambut mereka dengan amalan-amalan buruk, karena mereka akan
mencatat semua amal kalian dan membebankannya.”
Dalam
firman Allah l
yang lainnya, yaitu dalam surat al-Fajr ayat ke 14, Alloh
berfirman:
إِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَادِ
"Sesungguhnya
Rabbmu benar-benar mengawasi.”
Ketika
menafsirkan ayat ini, Ibnu Abbas a
berkata, ‘Robb-mu mendengar dan melihat yakni mengawasi mahluk-mahluk-Nya
terhadap apa yang mereka lakukan dan akan membalas setiap perilakunya di dunia
dan di akherat; kemudian seluruh mahluk-Nya juga akan dihadapkan kepada-Nya
kemudian Ia akan memutuskan hukum kepada mereka dengan keadilan-Nya dan
memberikan balasan sesuai yang pantas untuk diterima karena Dia adalah Dzat
yang terbebas dari sifat kedzoliman dan kesewenang-wenangan.’
Ketika
Alloh l adalah Dzat yang mendengar
dan melihat serta mengetahui perbuatan hamba-hamba-Nyadan akan memberi
masing-masing balasan sesuai dengan usahanya di dunia, makaketika tingkah laku
dan ucapannya baik, di akherat ia akan memetik kebahagian sebagai buah amalnya
tersebut; dan ketika apa yang diucapkan dan dilakukannya adalah suatu keburukan,
maka kesengsaraan dan siksa yang akan ia terima.
Imam
Ahmad v meriwayatkan dari
Bilal bin Harits al-Muzani a,
berkata Rasulullah `, ‘sesungguhnya
seseorang mungkin saja mengucapkan satu kalimat yang mengandung keridloan Allah
dan ia tidak mengira bahwa kalimat itu akan sampai pada derajat itu, lalu Allah
tuliskan baginya keridloan tersebut hingga hari perjumpaan dengan-Nya; dan
mungkin juga seseorang mengucapkan kalimat yang mengandung murka Allah dan ia
tidak mengira bahwa kalimat itu akan sampai pada derajat itu, lalu Allah
tuliskan baginya kemurkaan tersebut hingga hari perjumpaan dengan-Nya.’
Imam
Nawawi
berkata,
"Ketahuilah bahwa setiap mukallaf harus menjaga lisannya dari semua
perkataan, kecuali perkataan yang maslahat di dalamnya telah jelas. Bahkan ketika
perkataan itu mubah sekalipun, sedangkan dalam meninggalkannya terdapat
maslahat maka disunnahkan untuk menahan diri darinya. Karena terkadang
perkataan yang mubah akan menyeret seseorang menuju keharaman atau kemakruhan,
bahkan ini menjadi hal yang umum dan menjadi adat kebiasaan; padahal
keselamatan merupakan suatu halyang tidak ada sesuatu pun yang
menyamainya."
Menjaga
dan memelihara lisan dari ketergelinciran memang bukan hal yang mudah, namun
sebagai seorang muslim tentu kita harus terus berupaya maksimal agar lisan kita
berada dalam kondisi yang diridloi Allah l.
Karena barangsiapa yang mampu menjaga lisannya, maka ia akan mendapatkan surga.
Rosululloh
bersabda:
مَنْ
يَضْمَنُ لِيْ مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنُ لَهُ
الْجَنَّةَ.
"Barangsiapa yang memberikan jaminan kepadaku (untuk
menjaga) kejahatan lisan yang berada di antara dua tulang rahangnya, dan
kejahatan kemaluan yang berada di antara kedua kakinya, niscaya aku akan
memberikan jaminan surga kepadanya." (HR.
Bukhori)
Semoga
Allah l memberikan
taufiq-Nya kepada kita semua agar mampu menjadi hamba-hamba Allah yang menjaga
lisan dari ketergelinciran dan memasukkan kita semua ke dalam surga-Nya. Aamiin