Waktu adalah anugerah bagi seorang
muslim. Dan layaknya berbagai anugerah yang telah Allah llimpahkan
kepada kita, waktu dan kesempatan yang kita miliki harus disyukuri dengan memanfaatkannya
sebaik mungkin. Karena hanya dengan mensyukuri nikmat waktu itulah, ia akan
bertambah dengan membawa keberkahan sehingga seorang hamba mampu melakukan
banyak amalan yang bermanfaat dalam waktu yang relatif sempit dan mendapat
limpahan pahala dari apa yang telah ia lakukan.
Merenungi apa yang telah menjadi
tujuan kehidupan kita di dunia ini yaitu beribadah kepada Allah l, maka sudah
sepatutnya seorang muslim menjadikan seluruh waktunya agar digunakan untuk
beribadah kepada Allah l. Hal ini seiring dengan persaksian
dan ungkapan kita ketika kita membaca do’a iftitah dalam sholat-sholat kita
bahwa sesungguhnya sholatku, sembelihanku, hidupku dan matiku adalah untuk Allah
Rabbul ‘alamin. Di samping itu Allah l juga telah
mengingatkan kita semua bahwa seluruh manusia akan merugi kecuali orang-orang
yang telah Allah l sebutkan dalam firman-Nya:
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ
الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3) Copy
and WIN : http://bit.ly/copy_win
Copy and WIN : http://bit.ly/copy_win
Copy and WIN : http://bit.ly/copy_win
Copy and WIN : http://bit.ly/copy_win
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam
kerugian; kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan mereka
saling nasehat menasehati dengan kebenaran dan saling nasehat menasehati dengan
kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr: 1-3)
Dalam surat yang mulia ini, Allah l bersumpah
dengan waktu yang merupakan perputaran siang dan malam dimana amal perbuatan
semua manusia dilakukan di dalamnya dan di sanalah seluruh manusia akan merugi
jika mereka tidak menggunakan waktu itu untuk mengabdi kepada Robbnya dengan
kerugian yang tentu saja berbeda-beda pada masing-masing individu.
Imam al-Sa’di v mengatakan,
‘Kerugian memiliki tingkatan yang banyak dan berbeda-beda. Bisa jadi ia menjadi
manusia yang rugi secara mutlak, seperti keadaan orang yang mengalami kerugian
di dunia dan di akherat, ia sudah tidak mendapatkan nikmat, di saat yang sama
pula ia berhak mendapatkan siksa; atau bisa jadi ia menjadi manusia yang rugi
di satu sisi dan tidak merugi dari sisi yang lainnya. Oleh karena itu Alloh lmenggunakan
kata-kata yang memiliki arti umum yaitu seluruh manusia akan merugi, kecuali
orang yang memiliki empat sifat berikut: mengimani apa yang Allah perintahkan,
dimana iman tidak akan terbentuk kecuali dengan ilmu karena dia adalah cabang
dari keimanan yang membuat iman tidak bisa sempurna tanpanya. Kemudian amal sholih
yang mencakup seluruh amal perbuatan yang baik, yang nampak dan yang
tersembunyi, baik yang terkait dengan hak Allah maupun yang terkait dengan hak
hamba-Nya, baik amal itu bersifat wajib ataupun yang bersifat mustahab. Dan
saling menasehati dengan bersabar di atas ketaatan kepada Allah, bersabar dari
berbuat maksiat dan bersabar terhadap takdir Allah yang menyakitkan.’
Dalam mengarungi hari-harinya, ada dua kondisi manusia
yang dikabarkan oleh Rasulullah ` yaitu: pertama,
orang-orang yang berusaha untuk menyelamatkan diri mereka dari api neraka; dan kedua,
orang-orang yang amal perbuatannya justru akan menenggelamkan mereka ke
dalam api neraka, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah `.
Untuk tidak menjadi manusia yang
merugi dan tidak menjadi manusia yang amal perbuatannya justru akan
menenggelamkan dirinya ke dalam neraka, ayat ini telah memberikan empat rambu
utama, yaitu:pertama, keimanan; Iman yang telah
didefinisikan oleh para ulama sebagai keyakinan dan pembenaran dengan hati yang
diucapkan dengan lisan serta diamalkan dengan anggota badan. Sehingga iman
merupakan pondasi awal yang harus ditanamkan kuat dalam jiwa setiap muslim. Karena
tanpa adanya keimanan, segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia tak akan
berarti apa-apa.Kedua, amal sholih;amal merupakan bagian
terpenting dalam keimanan, ia merupakan bukti akan adanya iman dalam jiwa
seseorang, karena amal dzohir pada hakikatnya adalah perwujudan dari apa yang
ada dalam jiwanya. Dalam ayat ini dengan jelas Allah l menekankan
bahwa yang akan menyelamatkan manusia dari kerugian adalah amal sholih dan
bukan sekedar amal karena ada banyak amal yang dikira manusia bahwa itu adalah
amal yang baik namun ternyata apa yang mereka kerjakan adalah perbuatan keliru.
Allah l berfirman:
“Wahai
Muhammad, katakanlah: "Apakah kalian mau Kami beritahukan tentang
orang-orang yang paling merugi amalnya?" Yaitu orang-orang yang dalam
kehidupan dunia ini telah mengerjakan amalyang salah, namun mereka menyangka
bahwa mereka telah mengerjakan amal yang benar.” (QS. Al-Kahfi: 103-104)
Ketika Imam Mujahid v menafsirkan
firman Allah: “Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholih”
beliau berkata, ‘kecuali orang-orang yang membenarkan Allah dan
mentauhidkan-Nya, mengukuhkan keEsaan Alloh dan ketaatan hanya kepada-Nya serta
beramal sholih dengan mengerjakan apa yang menjadi kewajiban-kewajibannya dan
menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang dan kemaksiatan kepada-Nya.’
Mengerjakan
ketaatan baik dengan melaksanakan perintah maupun dengan menjauhi larangan harus
dilakukan sesuai dengan ketentuan Allah l. Sehingga acuan dan
sumber dari amal ibadah kita haruslah yang tertera dalam wahyu baik berupa
ayat-ayat Allah l maupun berupa hadis-hadis yang disampaikan
dan diterapkan oleh Rasulullah `.
Ketiga, Saling
menasehati dengan kebenaran; menurut Imam Ibnu Katsir val-haq atau
kebenaran dalam ayat ini adalah menunaikan ketaatan dan meninggalkan yang
diharamkan.Hal yang senada juga disebutkan oleh Syeikhal-Sa’di vyang
menyatakan bahwa al-haq dalam ayat ini adalah iman dan amal sholih,
artinya adanya sebagian orang yang saling menasehati untuk tetap beriman dan
beramal sholih, memotivasi kawannya untuk melakukan itu dan menjadikan mereka
mencintai iman dan amal sholih tersebut.Keempat, Saling
menasehati dengan kesabaran; menurut Imam Ibnu Katsir val-Shobr atau kesabaran
dalam ayat ini adalah kesabaran terhadap musibah dan takdir yang terjadi serta apapun
yang diarahkan kepada dirinya dari orang-orang yang ingin menyakitinya karena ia
mengajak pada hal-hal yang baik dan mencegah dari hal-hal yang buruk. Sedangkan
Syeikh al-Sa’di vmenekankan makna sabar dalam ayat ini pada
tiga macam kesabaran yang harus ada pada seorang muslim, yaitu sabar ketika
melakukan ketaatan kepada Allah, sabar atau menguatkan diri untuk tidak
melakukan kemaksiatan kepada Allah, dan sabar atas takdir dan ketentuan Allah
yang menyakitkannya.
Dengan iman dan amal sholih, manusia
akan menyempurnakan dirinya karena
ketika ia memiliki keimanan yang kuat dalam jiwa lalu ia mampu mewujudkan
keimanan itu dalam bentuk amal nyata, maka sungguh ia telah menjadi sosok
muslim yang sebenarnya; dan dengan adanya saling menasehati dengan kebenaran
dan saling menasehati dengan kesabaran, manusia menyempurnakan orang lain
karena ketika ada upaya untuk saling membenahi dan meluruskan kesalahan
saudaranya berarti ada kepedulian diri terhadap orang lain dan dari adanya
saling menasehati diantara manusia itulah akan tercipta satu masyarakat yang
baik; sehingga ketika terkumpul empat sifat ini pada diri seseorang, ia akan
selamat dari kerugian dan akan mendapatkan keuntungan yang besar di dunia dan
di akherat. Oleh karena itu surat ini bisa menjadi bumerang bagi manusia ketika
kita tidak berusaha untuk mengamalkan apa yang terdapat di dalamnya.
Imam Syafi’i v mengatakan,
‘Kalau saja Allah l tidak menurunkan hujjah lain atas
manusia kecuali surat ini, maka itu sudah cukup.’
Semoga Allah l menjadikan kita semua termasuk hamba-hamba-Nya yang
dapat memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya untuk hal-hal yang bernilai
ibadah sehingga kita tidak termasuk manusia yang merugi baik di dunia maupun di
akherat dan menjadi hamba-hamba Allah yang dimuliakan di sisi-Nya kelak. Aamiin
0 komentar:
Posting Komentar
"Berikan komentar terbaik antum untuk membangun pengembangan blog huda cendekia"