HUDACENDEKIA

Minggu, 11 Januari 2015

“WAKTU ADALAH IBADAH”



Waktu adalah anugerah bagi seorang muslim. Dan layaknya berbagai anugerah yang telah Allah llimpahkan kepada kita, waktu dan kesempatan yang kita miliki harus disyukuri dengan memanfaatkannya sebaik mungkin. Karena hanya dengan mensyukuri nikmat waktu itulah, ia akan bertambah dengan membawa keberkahan sehingga seorang hamba mampu melakukan banyak amalan yang bermanfaat dalam waktu yang relatif sempit dan mendapat limpahan pahala dari apa yang telah ia lakukan.
Merenungi apa yang telah menjadi tujuan kehidupan kita di dunia ini yaitu beribadah kepada Allah l, maka sudah sepatutnya seorang muslim menjadikan seluruh waktunya agar digunakan untuk beribadah kepada Allah l. Hal ini seiring dengan persaksian dan ungkapan kita ketika kita membaca do’a iftitah dalam sholat-sholat kita bahwa sesungguhnya sholatku, sembelihanku, hidupku dan matiku adalah untuk Allah Rabbul ‘alamin. Di samping itu Allah l juga telah mengingatkan kita semua bahwa seluruh manusia akan merugi kecuali orang-orang yang telah Allah l sebutkan dalam firman-Nya:

وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3) Copy and WIN : http://bit.ly/copy_win Copy and WIN : http://bit.ly/copy_win

Copy and WIN : http://bit.ly/copy_win
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian; kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan mereka saling nasehat menasehati dengan kebenaran dan saling nasehat menasehati dengan kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr: 1-3)

Dalam surat yang mulia ini, Allah l bersumpah dengan waktu yang merupakan perputaran siang dan malam dimana amal perbuatan semua manusia dilakukan di dalamnya dan di sanalah seluruh manusia akan merugi jika mereka tidak menggunakan waktu itu untuk mengabdi kepada Robbnya dengan kerugian yang tentu saja berbeda-beda pada masing-masing individu.
Imam al-Sa’di v mengatakan, ‘Kerugian memiliki tingkatan yang banyak dan berbeda-beda. Bisa jadi ia menjadi manusia yang rugi secara mutlak, seperti keadaan orang yang mengalami kerugian di dunia dan di akherat, ia sudah tidak mendapatkan nikmat, di saat yang sama pula ia berhak mendapatkan siksa; atau bisa jadi ia menjadi manusia yang rugi di satu sisi dan tidak merugi dari sisi yang lainnya. Oleh karena itu Alloh lmenggunakan kata-kata yang memiliki arti umum yaitu seluruh manusia akan merugi, kecuali orang yang memiliki empat sifat berikut: mengimani apa yang Allah perintahkan, dimana iman tidak akan terbentuk kecuali dengan ilmu karena dia adalah cabang dari keimanan yang membuat iman tidak bisa sempurna tanpanya. Kemudian amal sholih yang mencakup seluruh amal perbuatan yang baik, yang nampak dan yang tersembunyi, baik yang terkait dengan hak Allah maupun yang terkait dengan hak hamba-Nya, baik amal itu bersifat wajib ataupun yang bersifat mustahab. Dan saling menasehati dengan bersabar di atas ketaatan kepada Allah, bersabar dari berbuat maksiat dan bersabar terhadap takdir Allah yang menyakitkan.’
Dalam mengarungi hari-harinya, ada dua kondisi manusia yang dikabarkan oleh Rasulullah ` yaitu: pertama, orang-orang yang berusaha untuk menyelamatkan diri mereka dari api neraka; dan kedua, orang-orang yang amal perbuatannya justru akan menenggelamkan mereka ke dalam api neraka, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah `.
Untuk tidak menjadi manusia yang merugi dan tidak menjadi manusia yang amal perbuatannya justru akan menenggelamkan dirinya ke dalam neraka, ayat ini telah memberikan empat rambu utama, yaitu:pertama, keimanan; Iman yang telah didefinisikan oleh para ulama sebagai keyakinan dan pembenaran dengan hati yang diucapkan dengan lisan serta diamalkan dengan anggota badan. Sehingga iman merupakan pondasi awal yang harus ditanamkan kuat dalam jiwa setiap muslim. Karena tanpa adanya keimanan, segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia tak akan berarti apa-apa.Kedua, amal sholih;amal merupakan bagian terpenting dalam keimanan, ia merupakan bukti akan adanya iman dalam jiwa seseorang, karena amal dzohir pada hakikatnya adalah perwujudan dari apa yang ada dalam jiwanya. Dalam ayat ini dengan jelas Allah l menekankan bahwa yang akan menyelamatkan manusia dari kerugian adalah amal sholih dan bukan sekedar amal karena ada banyak amal yang dikira manusia bahwa itu adalah amal yang baik namun ternyata apa yang mereka kerjakan adalah perbuatan keliru. Allah l berfirman:
 “Wahai Muhammad, katakanlah: "Apakah kalian mau Kami beritahukan tentang orang-orang yang paling merugi amalnya?" Yaitu orang-orang yang dalam kehidupan dunia ini telah mengerjakan amalyang salah, namun mereka menyangka bahwa mereka telah mengerjakan amal yang benar.” (QS. Al-Kahfi: 103-104)

Ketika Imam Mujahid v menafsirkan firman Allah: “Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholih” beliau berkata, ‘kecuali orang-orang yang membenarkan Allah dan mentauhidkan-Nya, mengukuhkan keEsaan Alloh dan ketaatan hanya kepada-Nya serta beramal sholih dengan mengerjakan apa yang menjadi kewajiban-kewajibannya dan menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang dan kemaksiatan kepada-Nya.’
Mengerjakan ketaatan baik dengan melaksanakan perintah maupun dengan menjauhi larangan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan Allah l. Sehingga acuan dan sumber dari amal ibadah kita haruslah yang tertera dalam wahyu baik berupa ayat-ayat Allah l maupun berupa hadis-hadis yang disampaikan dan diterapkan oleh Rasulullah `.
Ketiga, Saling menasehati dengan kebenaran; menurut Imam Ibnu Katsir val-haq atau kebenaran dalam ayat ini adalah menunaikan ketaatan dan meninggalkan yang diharamkan.Hal yang senada juga disebutkan oleh Syeikhal-Sa’di vyang menyatakan bahwa al-haq dalam ayat ini adalah iman dan amal sholih, artinya adanya sebagian orang yang saling menasehati untuk tetap beriman dan beramal sholih, memotivasi kawannya untuk melakukan itu dan menjadikan mereka mencintai iman dan amal sholih tersebut.Keempat, Saling menasehati dengan kesabaran; menurut Imam Ibnu Katsir val-Shobr atau kesabaran dalam ayat ini adalah kesabaran terhadap musibah dan takdir yang terjadi serta apapun yang diarahkan kepada dirinya dari orang-orang yang ingin menyakitinya karena ia mengajak pada hal-hal yang baik dan mencegah dari hal-hal yang buruk. Sedangkan Syeikh al-Sa’di vmenekankan makna sabar dalam ayat ini pada tiga macam kesabaran yang harus ada pada seorang muslim, yaitu sabar ketika melakukan ketaatan kepada Allah, sabar atau menguatkan diri untuk tidak melakukan kemaksiatan kepada Allah, dan sabar atas takdir dan ketentuan Allah yang menyakitkannya.
Dengan iman dan amal sholih, manusia akan  menyempurnakan dirinya karena ketika ia memiliki keimanan yang kuat dalam jiwa lalu ia mampu mewujudkan keimanan itu dalam bentuk amal nyata, maka sungguh ia telah menjadi sosok muslim yang sebenarnya; dan dengan adanya saling menasehati dengan kebenaran dan saling menasehati dengan kesabaran, manusia menyempurnakan orang lain karena ketika ada upaya untuk saling membenahi dan meluruskan kesalahan saudaranya berarti ada kepedulian diri terhadap orang lain dan dari adanya saling menasehati diantara manusia itulah akan tercipta satu masyarakat yang baik; sehingga ketika terkumpul empat sifat ini pada diri seseorang, ia akan selamat dari kerugian dan akan mendapatkan keuntungan yang besar di dunia dan di akherat. Oleh karena itu surat ini bisa menjadi bumerang bagi manusia ketika kita tidak berusaha untuk mengamalkan apa yang terdapat di dalamnya.
Imam Syafi’i v mengatakan, ‘Kalau saja Allah l tidak menurunkan hujjah lain atas manusia kecuali surat ini, maka itu sudah cukup.’
Semoga Allah l menjadikan kita semua termasuk hamba-hamba-Nya yang dapat memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya untuk hal-hal yang bernilai ibadah sehingga kita tidak termasuk manusia yang merugi baik di dunia maupun di akherat dan menjadi hamba-hamba Allah yang dimuliakan di sisi-Nya kelak. Aamiin

0 komentar:

Posting Komentar

"Berikan komentar terbaik antum untuk membangun pengembangan blog huda cendekia"