HUDACENDEKIA

Galeri

Jumat, 16 Januari 2015

JAGALAH LIDAHMU..!!

Lisan merupakan salah satu nikmat Alloh  yang teramat agung dan sangat patut untuk kita syukuri. Keberadaanya memiliki peran yang luar biasa dalam kehidupan seorang muslim. Lisan dapat menjadikan seseorang masuk surga Allah l dan dapat pula menjadikan seseorang mendapatkan kesengsaraan di neraka. Jika lisan seseorang lurus, niscaya semua anggota tubuhnya akan ikut lurus. Dan jika lisan seseorang menyimpang, maka menyimpanglah perilaku dan tindakan anggota tubuh yang lain.
Rosululloh  bersabda:
إِذَا أَصْبَحَ ابْنُ آدَمَ فَإِنَّ الْأَعْضَاءَ كُلَّهَا تُكَفِّرُ اللِّسَانَ فَتَقُوْلُ: اِتَّقِ اللهَ فِيْنَا فَإِنَّمَا نَحْنُ بِكَ فَإِنِ اسْتَقَمْتَ اسْتَقَمْنَا وَإِنِ اعْوَجَجْتَ اِعْوَجَجْنَا.
"Apabila anak cucu Adam memasuki waktu pagi, maka seluruh anggota badan menuntut kepada lisan, seraya berkata, 'Bertakwalah kepada Alloh dalam menjaga kami, karena kami bergantung kepadamu, apabila kamu lurus, maka kami pun lurus, dan apabila kamu bengkok, maka kami pun akan bengkok'." (HR. Tirmidzi)
Bagi seorang muslim yang bertauhid dan mengerti akan konsekuensinya, ia akan berhati-hati terhadap lisannya. Karena segala yang ia ucapkan baik itu kebaikan maupun keburukan akan tercatat di sisi Alloh  dan akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Alloh .

Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf: 18)
Lisan memiliki peran yang besar di dalam lahan kebajikan dan juga di dalam keburukan. Maka barangsiapa yang mengumbar lisannya dengan bebas dan tidak mau mengendalikannya, maka setan akan menggiringnya ke dalam jurang kehancuran. Dan barangsiapa yang menjaganya dengan memanfaatkan lisan untuk kebaikan, niscaya ia akan mendapatkan kemuliaan di sisi Allah l. Oleh karena itu Rosululloh telah memberikan konsep sederhana sebagai upaya memelihara ketergelinciran lisan dari hal-hal yang tidak baik; beliau ` bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِالله وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ.
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah dia berkata baik atau diam." (HR. al-Bukhari dan Muslim).
            Ayat di atas juga senada dengan firman Allah l:

Padahal sesungguhnya ada para malaikat yang mengawasi kalian. Para malaikat yang mulia yang bertugas untuk mencatat (amal kalian). Mereka mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (QS. Al-Infithar: 10-12)
            Imam ibnu Katsir v berkata dalam menafsirkan ayat ini, ‘sungguh ada para malaikat mulia yang mengawasi kalian, maka janganlah engkau sambut mereka dengan amalan-amalan buruk, karena mereka akan mencatat semua amal kalian dan membebankannya.”
Dalam firman Allah l yang lainnya, yaitu dalam surat al-Fajr ayat ke 14, Alloh  berfirman:
إِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَادِ
"Sesungguhnya Rabbmu benar-benar mengawasi.”
            Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu Abbas a berkata, ‘Robb-mu mendengar dan melihat yakni mengawasi mahluk-mahluk-Nya terhadap apa yang mereka lakukan dan akan membalas setiap perilakunya di dunia dan di akherat; kemudian seluruh mahluk-Nya juga akan dihadapkan kepada-Nya kemudian Ia akan memutuskan hukum kepada mereka dengan keadilan-Nya dan memberikan balasan sesuai yang pantas untuk diterima karena Dia adalah Dzat yang terbebas dari sifat kedzoliman dan kesewenang-wenangan.’
Ketika Alloh l adalah Dzat yang mendengar dan melihat serta mengetahui perbuatan hamba-hamba-Nyadan akan memberi masing-masing balasan sesuai dengan usahanya di dunia, makaketika tingkah laku dan ucapannya baik, di akherat ia akan memetik kebahagian sebagai buah amalnya tersebut; dan ketika apa yang diucapkan dan dilakukannya adalah suatu keburukan, maka kesengsaraan dan siksa yang akan ia terima.
Imam Ahmad v meriwayatkan dari Bilal bin Harits al-Muzani a, berkata Rasulullah `, ‘sesungguhnya seseorang mungkin saja mengucapkan satu kalimat yang mengandung keridloan Allah dan ia tidak mengira bahwa kalimat itu akan sampai pada derajat itu, lalu Allah tuliskan baginya keridloan tersebut hingga hari perjumpaan dengan-Nya; dan mungkin juga seseorang mengucapkan kalimat yang mengandung murka Allah dan ia tidak mengira bahwa kalimat itu akan sampai pada derajat itu, lalu Allah tuliskan baginya kemurkaan tersebut hingga hari perjumpaan dengan-Nya.’
Imam Nawawi  berkata, "Ketahuilah bahwa setiap mukallaf harus menjaga lisannya dari semua perkataan, kecuali perkataan yang maslahat di dalamnya telah jelas. Bahkan ketika perkataan itu mubah sekalipun, sedangkan dalam meninggalkannya terdapat maslahat maka disunnahkan untuk menahan diri darinya. Karena terkadang perkataan yang mubah akan menyeret seseorang menuju keharaman atau kemakruhan, bahkan ini menjadi hal yang umum dan menjadi adat kebiasaan; padahal keselamatan merupakan suatu halyang tidak ada sesuatu pun yang menyamainya."
Menjaga dan memelihara lisan dari ketergelinciran memang bukan hal yang mudah, namun sebagai seorang muslim tentu kita harus terus berupaya maksimal agar lisan kita berada dalam kondisi yang diridloi Allah l. Karena barangsiapa yang mampu menjaga lisannya, maka ia akan mendapatkan surga. Rosululloh bersabda:
مَنْ يَضْمَنُ لِيْ مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنُ لَهُ الْجَنَّةَ.
"Barangsiapa yang memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) kejahatan lisan yang berada di antara dua tulang rahangnya, dan kejahatan kemaluan yang berada di antara kedua kakinya, niscaya aku akan memberikan jaminan surga kepadanya." (HR. Bukhori)

Semoga Allah l memberikan taufiq-Nya kepada kita semua agar mampu menjadi hamba-hamba Allah yang menjaga lisan dari ketergelinciran dan memasukkan kita semua ke dalam surga-Nya. Aamiin

Rabu, 14 Januari 2015

RENUNGAN AYAT DARI SURAT IBRAHIM AYAT 7

Syaikh abd al-Rahman al-Sa’di vmendefiniskan syukur dengan mengatakan syukur adalah pengakuan jiwa atas nikmat-nikmat Allah dan pujian terhadapnya atas semua nikmat itu dan penggunaannya dalam hal-hal yang diridhoi oleh Allah l.
Apa yang dinyatakan oleh al-Sa’di vmenunjukkan bahwa untuk mewujudkan syukur atas nikmat yang telah Allah berikan, ada tiga unsur yang harus dipenuhi yaitu unsur qalbun (hati), lisan (lisan) dan yang dimaksud disisni adalah ucapan serta ‘amal al-jawarih (amal anggota badan); dan dari tiga unsur yang harus dipenuhi ini, dapat dimengerti bahwa syukur merupakan bagian dari iman, sehingga hanya orang-orang yang berimanlah yang akan mensyukuri setiap nikmat yang telah Allah anugerahkan kepada mereka.
Ketika Allah l menceritakan orang-orang munafik yang akan Allah masukkan mereka ke dalam dasar api neraka dalam surat al-Nisa ayat ke-145, Allah mengecualikan orang-orang yang bertaubat dari kalangan munafik lalu beriman, setelah itu pada ayat ke-147 Allah l menafikan siksa bagi mereka yang bersyukur atas nikmat yang telah Allah anugerahkan berupa keimanan dengan menyatakan:
$¨Bã@yèøÿtƒª!$#öNà6Î/#xyèÎ/bÎ)óOè?ös3x©öNçGYtB#uäur4tb%x.urª!$##·Å2$x©$VJŠÎ=tãÇÊÍÐÈ
Allah tidak akan menyiksa kalian jika kalian bersyukur dan beriman; dan Allah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui.
Dalam ayat yang mulia ini syukur ditafsirkan sebagai amal perbuatan sebagaimana yang disebutkan oleh Ibn Katsir dalam menafsirkan in syakartum (jika kalian bersyukur) dengan jika kalian memperbaiki amal perbuatan kalian. Oleh karena itu sisi terpenting dari wujud syukur ada pada realisasi atau perwujudan rasa syukur tersebut dalam bentuk amal-amal perbuatan yang diridhoi oleh Allah l.
Mari kita renungkan bersama firman Allah l dalam surat Ibrahim ayat yang ketujuh:
øŒÎ)uršc©Œr's?öNä3š/uûÈõs9óOè?öx6x©öNä3¯RyƒÎV{(ûÈõs9ur÷LänöxÿŸ2¨bÎ)Î1#xtãÓƒÏt±s9ÇÐÈ
dan tatkala Rabb kalian memaklumkan; "jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) itu untuk kalian, dan jika kalian mengingkari (nikmat) itu, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Ayat yang mulia ini menyampaikan pesan yang sangat kuat yang sudah selayaknya dijadikan oleh seorang muslim sebagai motivasi kehidupannya untuk mau bersyukur. Karena ayat ini menyimpan janji dari Allah l bahwa jika manusia mau bersyukur atas nikmat yang telah diberikan, Allah akan tambah nikmat itu dan jika manusia mengingkari nikmat itu, maka Allah telah mengancam manusia dengan siksa yang pedih. Dan janji Allah l pasti akan ditepatinya.
Satu hal yang perlu menjadi catatan bahwa dalam ‘memberi’ Allah l selalu mengaitkannya dengan masyi’ah (kehendak) seperti terdapat dalam banyak ayat di al-Qur’an:
...t$öq|¡sùãNä3ÏZøóリ!$#`ÏBÿ¾Ï&Î#ôÒsùbÎ)uä!$x©...
...Maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki...(al-Taubah: 28)
...ß#ϱõ3usù$tBtbqããôs?Ïmøs9Î)bÎ)uä!$x©...
…MakaDiamenghilangkanbahaya yang karenanyakamuberdoakepadanya, jikaDiamenghendaki…(al-An’am: 41)
...óÜ>qçFtƒurª!$#4n?tã`tBâä!$t±o3...
…dan Allah menerimataubat orang yang dikehendakiNya…(al-Taubah: 15)

Dan ayat-ayat lain yang semisalnyadalam al-Qur’an.Namunterkaitdengantambahannikmat yang akan Allah berikan, dalamayatini Allah ltidakmenggandengkannyadenganmasyi’ahmeskipuntidakadasatupunhal yang terjadi di luarkehendak-Nya; namuninimengandungisyaratbahwajikamanusiamaumensyukurinikmat Allah l, maka Allah akanlangsungmenambahnikmat yang telah Allah anugerahkan. Wallohua’lam.